Museum Lambung Mangkurat di Banjarbaru memiliki riwayat yang panjang. Selain berkait secara kronologis dengan sejarah museum di Kalimantan Selatan yakni sejak Borneo Museum (1907), Museum Kalimantan (1955), Museum Banjar (1957) dan akhirnya Museum Lambung Mangkurat, keberadaannya berawal dari pemikiran cemerlang yang terlahir oleh keprihatinan terhadap kondisi sumberdaya sejarah dan budaya yang kita miliki, yang secara nyata agaknya kurang terurus.
Museum dan pendidikan, selama keduanya masih berfungsi ditengah-tengah masyarakat, maka peranannya akan tetap aktual dan terus diamati, dikaji untuk kemudian dapat disempurnakan. Antara museum dengan pendidikan memang tidak terdapat hubungan fungsional. Pendidikan sebagai proses sosialisasi dan proses pembudayaan orang-perorang telah berlaku sejak manusia itu lahir, hidup bermasyarakat dan berkebudayaan.
Museum Lambung Mangkurat diresmikan pada tanggal 10 Januari 1979 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr Daoed Yoesoef. Nama Lambung Mangkurat berasal dari Tokoh Cerita Hikayat Raja-Raja Banjar dan Kota Waringin.
Museum Lambung Mangkurat adalah museum umum milik pemerintah. Sebelum era otonomi daerah, pengelolaannya di bawah Direktorat Permuseuman Depdikbud Jakarta dan sejak Januari 2001 berada di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Selatan.
Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru
Museum Lambung Mangkurat memiliki bangunan seluas 2000 m2 yang dibangun di atas lahan seluas 15.000 m2. Fasilitas gedung tersebut terdiri dari : Gedung Induk Pameran Tetap dua lantai, Ruang Pameran Temporer, Kantor dan Rumah Dinas Kepala.
Memasuki pintu gerbang Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru ini, mata kita langsung dimanjakan dengan bangunan mewah yang mengadaptasi bentuk rumah tradisional banjar yaitu “Rumah Bubungan Tinggi” yang dipadu dengan gaya modern sebagai ruang pameran utama. Selanjutnya bangunan lain yaitu Ruang Pameran Temporer dan ruang pameran kain, keramik, lukisan bergaya eropa. Kantor Tata Usaha, ruang Kepala dan Perpustakaan bentuk atap pisang sasikat. Kantor tenaga teknis dan gudang koleksi dengan bangunan atap hidung bapicik. Tentu saja memikat.
Berdasarkan jenis koleksi yang dimiliki museum Lambung Mangkurat dikatagorikan sebagai museum umum sebagian koleksinya berasal dari daerah Kalimantan berupa benda-benda peninggalan sejarah budaya mulai dari masa prasejarah klasik pengaruh Hindu, Budha, Isla, dan sejarah perjuangan. Museum negeri Propinsi Kalimantan Selatan menyimpan ± 12017 buah koleksi yang terdiri menjadi 10 (sepuluh) jenis.
Benda koleksi sejumlah tersebut harus terus menerus dikelola agar terjamin keamanannya baik dari ancaman kerusakan maupun kehilangan, baik kerusakan biotic (jamur, pelapukan, rayap) maupun kimiawi dan fisis akibat perubahan suhu, kontaminasi lingkungan mikro dan sebagainya.
Koleksi merupakan benda-benda bernilai sejarah, kebudayaan dan sejarah alam yang dikelola oleh museum untuk dipublikasikan kepada masyarakat luas baik langsung melalui pameran di museum maupun melalui media (cetak, elektronik, brosur dan buku).
Kota Banjarbaru menempatkan dirinya sebagai kota Pendidikan di Kalimantan Selatan, sebagai tempat yang comfortable untuk para pencari ilmu. Keberadaan sebuah museum di kota ini dapat memberikan informasi edukatif tentang sejarah dan kebudayaan lokal melalui koleksi yang ditampilkannya. Museum dapat pula menjadi sebuah lembaga pendidikan non formal yang dapat memainkan peranan positif dalam bidang pendidikan berkaitan dengan upaya pencerdasan bangsa dan “melek” budaya.
Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru akhirnya memposisikan dirinya sebagai media tempat belajar dan rekreasi bagi masyarakat Kalimantan Selatan dan masyarakat Banjarbaru pada khususnya. Banyaknya kunjungan dari kalangan pelajar dan mahasiswa atau pun para pecinta sejarah dan budaya ke Museum Lambung Mangkurat ini menunjukkan adanya sifat memerlukan (defendensi) dari masyarakat terhadap keberadaan sebuah museum.